Kisah Bhrisco Jordy Mengubah Wajah Pendidikan Papua
Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan pendidikan di kota-kota besar Indonesia, masih ada wilayah yang berjuang keras agar anak-anaknya bisa membaca dan menulis dengan lancar. Salah satunya adalah Papua, tanah yang kaya dengan sumber daya alam dan budaya yang keindahannya mendunia, tetapi masih menghadapi tantangan besar dalam dunia pendidikan. Pada banyak daerah pedalaman, sekolah berdiri dengan fasilitas terbatas, dan anak-anak belajar dengan semangat tinggi meski tanpa dukungan sumber daya memadai.
Bhrisco Bertekad Memajukan Pendidikan Anak Papua. Sumber foto: Aminef
Dari
kondisi itulah muncul secercah harapan bernama Papua Future Project (PFP).
Gerakan ini dipelopori oleh Bhrisco Jordy Dudi Padatu, seorang pemuda Papua
yang percaya bahwa pendidikan adalah kunci perubahan. Melalui PFP, ia berupaya
menumbuhkan budaya literasi, memberantas buta huruf, serta menanamkan
nilai-nilai hidup bagi anak-anak di tanah kelahirannya. Dari pulau kecil
bernama Mansinam, langkah kecil Bhrisco kini menjadi gerakan besar yang
menggugah banyak hati di seluruh Indonesia.
Mimpi
dari Tanah Mansinam
Papua
selalu punya cara untuk memikat siapa pun yang datang, seperti panorama alam
yang memukau, budaya yang hangat, dan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai
kebersamaan. Namun, di balik keindahan itu, masih tersimpan cerita lain yang
jarang terangkat ke permukaan, tentang anak-anak yang belum sepenuhnya
menikmati hak untuk belajar.
Di
wilayah Papua Barat, terutama Pulau Mansinam, akses pendidikan masih menjadi
tantangan besar. Pulau kecil yang berjarak sekitar enam kilometer dari pusat
Kabupaten Manokwari itu hanya memiliki satu sekolah dasar. Proses belajar pun
sering kali berlangsung singkat, karena keterbatasan tenaga pengajar. Guru
datang menjelang siang dan pulang sebelum tengah hari, sementara anak-anak
masih haus akan pengetahuan.
Kondisi
itulah yang membuat Bhrisco Jordy Dudi Padatu tidak bisa tinggal diam. Putra
asli Papua yang lahir dan besar di Manokwari ini menyaksikan langsung
kesenjangan pendidikan di tanah kelahirannya. Ia melihat banyak anak yang duduk
di bangku kelas lima atau enam SD belum lancar membaca dan menulis. Dari
situlah muncul tekad untuk membuat perubahan.
Pada
2021, di tengah suasana pandemi yang membatasi aktivitas tatap muka, Bhrisco
bersama sepuluh rekannya mendirikan Papua Future Project (PFP), sebuah
inisiatif pendidikan yang berfokus pada pemberantasan buta huruf dan
peningkatan kemampuan dasar anak-anak Papua. Mereka percaya, masa depan Papua
akan lebih cerah jika setiap anak mendapat kesempatan belajar yang sama, di
mana pun mereka tinggal.
Dari
Pojok Baca hingga Pelajaran Hidup
Papua
Future Project tidak hanya mengajarkan huruf dan angka. Bagi Bhrisco,
pendidikan berarti membangun kesadaran, karakter, dan wawasan yang lebih luas.
Program pertama yang ia jalankan adalah Pojok Baca, ruang sederhana tempat
anak-anak bisa membaca buku, menulis cerita, dan berdiskusi santai. Kegiatan
ini diadakan setiap hari Sabtu, tanpa biaya sepeser pun.
Awalnya,
kegiatan Pojok Baca dilakukan secara daring. Tim di Jakarta menyiapkan video
pembelajaran, lalu mengirimkannya ke Papua agar anak-anak bisa menonton dan
belajar dari rumah. Namun, begitu pandemi mereda, kegiatan tatap muka kembali
digelar. Bhrisco dan tim datang langsung ke Pulau Mansinam, membawa semangat
baru dan bahan ajar sederhana, mulai dari buku bacaan anak hingga alat peraga
belajar.
Materi
yang diajarkan bukan hanya pelajaran akademik seperti membaca, menulis, dan
berhitung, tetapi juga pendidikan nonakademik yang menyentuh kehidupan
sehari-hari. Anak-anak belajar tentang pentingnya menjaga kesehatan, bahaya
pernikahan dini, serta cara mencegah penyakit. Dalam bidang lingkungan, mereka
diajak memahami perubahan iklim, pencemaran laut, hingga praktik sederhana
mendaur ulang sampah.
Metode
belajar dibuat menyenangkan agar anak-anak tidak merasa seperti sedang
“sekolah” kedua. Mereka bermain peran, bernyanyi, menggambar, bahkan melakukan
eksperimen kecil. Semua dilakukan agar ilmu tidak hanya diserap, tetapi juga
dihayati. “Every Child Matters” menjadi moto utama Papua Future Project.
Setiap anak berharga, setiap mimpi layak diperjuangkan.
Namun,
perjalanan itu tentu tidak mudah. Untuk sampai ke Pulau Mansinam, Bhrisco dan
tim harus menyeberang dengan kapal kecil dari Manokwari. Biaya sewa kapal
pulang-pergi mencapai sekitar Rp300 ribu. Biaya ini tidak selalu tersedia.
Belum lagi kebutuhan operasional lain seperti alat tulis, buku bacaan, dan
makanan ringan untuk anak-anak. Sering kali mereka harus menunggu bantuan
pemerintah yang datang terlambat, atau mengandalkan donasi pribadi dari para
relawan muda di berbagai daerah.
Meski
terbatas, semangat mereka tidak pernah surut. Bhrisco meyakini bahwa perubahan
besar selalu dimulai dari langkah kecil dan langkah kecil itu kini sudah
menjejak di banyak hati anak Papua.
Menyebarkan
Harapan, Membangun Generasi
Kini,
tiga tahun sejak pertama kali dirintis, Papua Future Project telah tumbuh
menjadi gerakan yang menjangkau lebih luas. Dari hanya satu lokasi di Pulau
Mansinam, program ini sudah merambah 13 kampung binaan di wilayah Papua Barat,
seperti Jayapura, Sorong, Raja Ampat, Manokwari, dan Manokwari Selatan. PFP
kini digerakkan oleh ratusan relawan muda yang memiliki semangat yang sama
untuk memajukan pendidikan di tanah timur Indonesia.
Jumlah
anak yang mendapat manfaat pun meningkat pesat, dari 80 anak pada awal berdiri,
menjadi lebih dari 500 anak pada 2024. Informasi tentang kegiatan mereka
menyebar cepat melalui media sosial, hingga menarik perhatian pemuda dari
berbagai daerah di Indonesia. Setidaknya 270 relawan dan donatur ikut
berkontribusi dalam pendanaan program selama setahun terakhir.
Prestasi
dan dedikasi Bhrisco tidak luput dari perhatian publik. Tahun 2022, ia menerima
penghargaan Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia Awards kategori Pendidikan.
Setahun kemudian, Pemerintah Provinsi Papua Barat turut memberikan dukungan
dana hibah tahunan melalui bidang Kesatuan Bangsa dan Politik. Pengakuan itu
menjadi bukti bahwa kerja keras anak muda Papua ini menginspirasi seklaigus
berdampak nyata.
Meski
sedang menempuh studi Hubungan Internasional dengan konsentrasi Diplomasi di
President University, Bhrisco tidak pernah berhenti memantau jalannya program.
Ia terus menjalin komunikasi dengan tim lapangan dan masyarakat lokal, sembari
memperluas jejaring kerja sama dengan berbagai lembaga pendidikan dan komunitas
literasi di seluruh Indonesia.
Papua
Future Project kini menjelma menjadi gerakan literasi dan pemberdayaan yang
membawa nilai kemanusiaan. Bhrisco membuktikan bahwa perubahan tidak harus
menunggu kesempatan besar. Perubahan bisa dimulai dari kepedulian yang tulus,
dari satu anak yang akhirnya bisa membaca dengan lancar.
Bhrisco
percaya, setiap anak Papua memiliki potensi untuk menjadi pemimpin masa depan.
Hanya saja, mereka perlu diberi ruang, akses, dan kesempatan. Melalui Papua
Future Project, Bhrisco ingin memastikan bahwa tidak ada lagi anak Papua yang
tertinggal hanya karena mereka lahir di pulau terpencil.
Dari
tanah Mansinam yang bersejarah, cahaya harapan itu kini menyala. Di balik nyala
kecil itu, berdiri seorang pemuda Papua yang membuktikan bahwa cinta pada tanah
kelahiran bisa mengubah masa depan bangsanya.
Comments
Post a Comment